Selasa, 15 Desember 2015

Hujan: Satu Bahasa Alam

Mataku berkilat kala mendengar gemuruh guntur. Langit memang kelabu, tapi hatiku secerah biru. Bahagia segera melesak lalu membuncah dalam dada. Entah mengapa hati ini selalu bahagia kala hujan tiba. Ibarat sepasang kekasih yang hendak bersua.

Versus Hujan

Hujan telah tiba! Hujan telah tiba! Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah.
Itulah sepenggal lagu menyambut hujan versi saya. Lagu di atas terinspirasi oleh lagu ‘Libur Telah Tiba’ milik Tasya Kamila. Oke, kita lupakan sejenak bahasan lagu dan nyanyian. Well, Alhamdulillah, tahun 2015 ini, Allah berkenan memberikan musim panas yang lebih panjang dari tahun-tahun sebelumnya. Allah biarkan kita berpuas-puas menikmati teriknya matahari sebelum Dia pertemukan kita dengan hujan sepuas-puasnya. Allah juga berbaik hati memberikan bonus terik matahari yang lebih menyengat dari biasanya. Nah, yang belum pernah haji atau umrah ke Arab, itung-itung latihan dulu dengan panas yang diberikan Allah di sini. Kalau menurut-Nya kita well prepared, Siapa tahu tahun depan kita di panggil Allah untuk bisa umrah atau haji, Amiin. (Affirmasi dikit-dikit gapapa lah ya!).

Hujan pertama di tahun 2015.
Kapan yah pertama kali saya melihat hujan turun di tahun 2015 ini?

Review: Ngadu ke PLN? SIAPA TAKUT!

Lagi asyik nulis, ngetik-ngetik sambil mantengin laptop, ditemani semeriwing angin produksi kipas meja murah, tiba-tiba gelap! Yah, listrik padam. Jadi panas seketika. Mungkin beberapa dari kalian juga pernah mengalami hal serupa. Itulah yang terjadi pada saya beberapa waktu lalu. Ada yang tidak wajar dengan pemadaman listrik di rumah saya (rumah orang tua sih tepatnya).
Jadi, pada pukul setengah delapan malam terjadi pemadaman listrik. Satu jam kemudian, listrik menyala, kemudian, mati lagi. Setengah jam kemudian, listrik on lagi, tapi sayang rumah saya dan 5 rumah di sebelah kiri rumah saya belum juga menyala. Saya biarkan saja. Sampai akhirnya, jam di hape menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah habis kesabaran saya untuk menahan rasa gerah di jiwa dan raga. Selain itu, nyamuk-nyamuk juga makin ganas menggigit badan kurus saya. Akhirnya, saya putuskan untuk menelpon PLN.

Kamis, 03 Desember 2015

Dunia Putih Biru

2006 - Aku duduk di kelas 6 SD. Strata paling tinggi di tingkat SD. Artinya, sebentar lagi aku mungkin akan segera lulus. Kenapa masih mungkin? Karena aku harus memastikan aku lulus UN dulu lah. UN kan masih jadi syarat kelulusan sekolah di jaman ku kala itu. Yang pasti, senioritas di tingkat SD tak akan berlaku karena aku akan kembali menjadi junior di SMP.

SORE INDAH DI BENAKKU

Sore itu, mata saya masih asyik memandangi layar laptop. Dengan lincahnya, jari-jariku menari diatas tuts-tuts keyboard, tapi gerakannya sudah mulai tak beraturan. Beberapa kali jari ini menginjak tuts yang salah. Tengkuk dan pundak ini mulai terasa berat. Kuputar sedikit kepala ini untuk meregangkan otot-ototnya sampai akhirnya mata ini terpesona menatap Jarum jam di kantor. Dengan sombongnya jarum tersebut menunjuk angka lima dan enam yang kupahami sebagai “pukul setengah lima”. Kualihkan pandanganku kebalik jendela. Dari balik jendela, kulihat cahaya matahari mulai redup dimakan langit senja dan sebentar lagi pasti memerah, semakin merah, hingga akhirnya lenyap terganti oleh hitamnya malam. Tak ada gunanya lagi saya meneruskan pekerjaan ini. Otakku sudah mulai kering. Badanku sudah mulai lelah. Mereka rupanya menagih jatah untuk istirahat. Semakin dipaksa untuk kompromi dalam mengerjakan tugas-tugas yang belum selesai, rasanya mereka selalu memberontak. Ada-ada saja kesalahan yang diperbuat. Hasrat untuk pulang pun tak terbendung lagi. Akhirnya, kubereskan semua yang masih terserak di atas meja.