Kamis, 03 Desember 2015

Dunia Putih Biru

2006 - Aku duduk di kelas 6 SD. Strata paling tinggi di tingkat SD. Artinya, sebentar lagi aku mungkin akan segera lulus. Kenapa masih mungkin? Karena aku harus memastikan aku lulus UN dulu lah. UN kan masih jadi syarat kelulusan sekolah di jaman ku kala itu. Yang pasti, senioritas di tingkat SD tak akan berlaku karena aku akan kembali menjadi junior di SMP.

UN bak malaikat maut. Pelan tapi pasti, dia akan datang. Kalau anak-anak lain menganggap UN bagai siksa neraka, aku justru menganggap UN sebagai pintu sorga. Pintu sorga yang akan membawaku lepas dari teman-teman resek dan hal-hal kelam di SD. Pasca penindasan yang pernah aku terima, aku selalu berharap kewajiban belajar di SD cepat berlalu sampai aku pun berharap gak akan ketemu lagi dengan teman-teman di SD.

Semakin mendekati akhir, beberapa teman merasa worry akan pilihanya untuk melanjutkan sekolah. Kenakalan mereka pun semakin berkurang. Beberapa anak pesimis, minder dan merasa tak akan mampu merebut satu bangku pun di SMP Negeri yang kebanyakan merupakan SMP favorit. Dalam hati, aku tertawa bahagia menyaksikan kegalauan ‘Gang Populer’ kelas cupang yang pernah menyakitiku. Salah sendiri terlalu asyik menjahati orang lain hingga lupa belajar.

Di daerahku, sekolah negeri termasuk sekolah yang lebih diperhitungkan daripada sekolah swasta. Alasanya selain biaya pendidikan yang lebih murah, sekolah negeri juga di anggap mumpuni dalam mengawasi kedisiplinan siswa. Walhasil, ngalor-ngidul pembicaraan tentang SMP Negeri pun menjadi trending topic. Tidak hanya di sekolah, bahasan tentang SMP juga jadi trend di lingkungan rumah. Saat ngaji-pun, anak-anak se-angkatanku ramai membahas kehidupan SMP. Beberapa dongeng dari anak yang sudah lebih dulu jadi murid SMP seolah menjadi hal yang wajib dan tidak boleh terlewat. Ada yang dengan semangat menyebutkan daftar anak tampan di SMP atau di kelas-nya. ada yang menceritakan sejumlah guru-guru killer di SMP. Ada yang senngaja menyebut-nyebut pelajaran sejarah, ekonomi, geografi bahkan fisika, kimia dan biologi agar dianggap keren. Bahkan ada yang sengaja bercerita dengan ekspresi bingung yang dibuat-buat seolah ingin mengatakan “hi dude! Here I am. I’ve joined this classess. And you know what? They are more difficult than your math class in Elementary School and it makes me cool right? ”


Nampaknya, cerita tentang sederet guru killer dan pelajaran MAFIA tak cukup untuk menyita perhatianku dan kawan-kawan. Cerita tentang MOS dan OSIS lah yang akhirnya mampu menyihir kami. Bayangan tentang sederet tugas aneh dan konyol dalam ritual MOS membuat kami menerawang dan menebak-nebak dalam hati, ritual MOS seperti apa yang akan kami dapat. Sayangnya ada hal lain yang membuat kami semakin penasaran dan ingin segera merasakan atmosfer ritual MOS, yaitu gosip bahwa kebanyakan kakak OSIS itu tampan atau cantik. Akankah Dewi Fortuna berpihak kemudian memercikkan keberuntungan sehingga kami jadi incaran para senior OSIS? Ahh,, harapanku tidak semuluk itu. Yang aku harapkan, semoga pergaulan di SMP lebih baik, semoga di SMP aku bisa bebas berekspresi dan meningkatkan prestasiku. [choluck ©]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .