Rabu, 04 Maret 2015

HIJRAH HIJAB (PART 2)

          Saya adalah salah satu pemakai hijab. Walaupun saya sudah mengenal hijab sejak berusia tiga tahun, saya baru bisa konsisten untuk berhijab saat memasuki jenjang kuliah. Semuanya itu tidak instan. Ada proses pembiasaan yang terjadi dalam diri saya. 

          Ketika saya berumur tiga tahun, saya sudah mulai belajar membaca Al – Quran di TPQ Nurul Hidayah. Meskipun beberapa anak sepantaran saya sudah ada yang masuk TK, saya masih asyik dengan mainan – mainan saya. Ibu saya lebih memilih untuk menyekolahkan saya di usia empat tahun, usia ideal masuk TK kala itu. Jadi, waktu itu saya lebih dulu mengenal pelajaran agama daripada pelajaran umum di sekolah formal. Hari pertama saya masuk TPQ itulah yang menjadi hari pertama saya mengenal dan menggunakan hijab. 

          Kemudian, saya mulai bersekolah di TK. Kali itu saya belajar di salah satu TK Muslimat Ma’arif NU. Walaupun kedengarannya seperti TK islam, tetapi murid – murid di TK tersebut tidak memakai hijab setiap hari. Pada hari Senin dan Selasa, murid – murid memakai seragam kemeja putih dengan vest hijau. Pada hari Rabu – Kamis, murid – murid memakai seragam batik yayasan dan berhijab bagi murid perempuan. Sedangkan pada hari Jumat dan Sabtu, murid – murid memakai seragam olahraga tanpa mengenakan hijab.

          Saat SD, saya melanjutkan sekolah di sekolah islam masih dari yayasan yang sama. Saya belajar di SD Maarif NU. Setiap hari, saya dan murid wanita lainnya memakai hijab, tetapi baju seragam yang kami kenakan adalah baju seragam berlengan pendek layaknya anak – anak di SD Negeri. Ketika saya sudah kelas 5 SD, muncul satu kebijakan baru bahwa siswi kelas 5 dan 6 wajib memakai seragam dengan lengan dan rok yang panjang, sedangkan siswa kelas 5 dan 6 hanya perlu memanjangkan celananya. Kini, beberapa tahun setelah angkatan saya, semua murid diwajibkan memakai seragam panjang.

          Saat itu, sebenarnya saya sudah mulai merasakan pergolakan jiwa. Saya melihat ada perbedaan antara teori dengan praktik. Saya ingat waktu saya sedang memakai dress coklat selutut tak berlengan sambil membatin sesuatu “saat di sekolah dan tempat mengaji, saya belajar kalau seorang wanita harus menutup auratnya dan aurat wanita itu seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan?” Kemudian saya memandangi baju yang saya kenakan dan membatin lagi “Tapi kenapa saya masih memakai baju ini? Apa benar kalau pakai baju seperti ini tidak boleh? Tapi kenapa ibu tidak memarahi saya? Ah sudahlah, mungkin tidak apa – apa. Mungkin Allah tidak akan marah pada saya.” Begitulah yang saya pikirkan. Saya pun melupakan hal – hal yang saya galaukan tersebut.

          Saat memasuki tingkat SMP, saya memilih untuk melepaskan hijab saya. Saya ingin sekali merasakan sekolah tanpa mengenakan hijab. Setelahnya, saya malah merasa kerepotan. Pasalnya, setiap hari saya harus merapikan rambut panjang saya dan itu memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan dengan memakai hijab. Saya malah sibuk merapikan penampilan saya agar terlihat rapi sepanjang hari. Menurut saya, memakai hijab lebih praktis dan nyaman. Karena saya merasa lebih nyaman dengan memakai hijab, akhirnya saya putuskan untuk kembali memakai hijab saat SMA. Tapi sayang, saya masih belum bisa konsisten memakai hijab. Di rumah, saya tidak lagi mengenakan hijab. Tetapi saya akan mengenakan hijab saya lagi saat mengaji dan mengikuti kegiatan keagamaan lain. Alhamdulillah, saya hidup di lingkungan yang masih memiliki kegiatan keagamaan aktif sehingga porsi untuk berhijab masih lebih banyak daripada tanpa memakai hijab.

          Karena tidak begitu suka berdandan, saya lebih senang memakai kaos dan celana selutut saat di rumah. Suatu ketika, setelah mengerjakan tugas di rumah, saya pergi mem-fotokopi tugas – tugas tersebut. Seperti biasa, saya hanya memakai kaos, celana selutut dengan rambut yang disanggul. Karena pelayan tempat fotokopi tersebut sangat lamban, saya harus menunggu sangat lama. Kemudian, datanglah seorang bapak – bapak yang ingin mem-fotokopi beberapa berkas penting. Berkasnya tidak banyak, sehingga untuk sementara pelayan fotokopian tersebut menanggalkan pesanan saya. Saya menghela napas berat tanda dongkol. Tapi ya sudahlah, mungkin bapak – bapak tersebut harus cepat mengurus sesuatu yang penting. Jadi, saya legowo saja. Toh, rumah saya tidak jauh, saya juga tidak sedang terburu – buru.

          Selang beberapa detik, tiba – tiba ada angin berhembus tepat mengenai tengkuk saya. Saya merinding dan mendadak merasakan malu yang luar biasa. Saya merasa seperti sedang telanjang. Saya mendadak merasa canggung dan berulang kali mengusap tengkuk saya. Entah kenapa saya merasa sangat risih sekali dan ingin cepat – cepat pulang. Dalam hati saya membatin kalau saya tidak ingin memakai pakaian seperti ini lagi. Secara spontan saya sungguh – sungguh berniat untuk berhijab dengan sempurna. Sepulang dari fotokopi saya lalu bergegas membuka almari dan memunguti baju – baju lengan pendek saya. Saya menyisakan beberapa kaos yang masih bagus untk dipakai saat tidur atu bersih – bersih di rumah. Saya juga langsung meminta baju – baju longgar berlengan panjang pada ibu saya.

          Akhirnya, saat kuliah saya memakai hijab. Kemanapun saya pergi saya memakai hijab. Kemudian, saya menghapus foto – foto profil yang memperlihatkan rambut saya. Bahkan, saat renang saya juga memakai hijab. Walau terkadang dilihatin orang, tapi saya merasa bangga dengan hijab saya. Kini saya mengurangi hobi berenang saya. Pasalnya, walaupun panjang, baju renang yang dipakai tetaplah ketat. Apalagi, disini belum ada satupun kolam renang yang dikhususkan untuk wanita. (InsyaAllah setelah ini mbak kopi yang akan jadi pelopor tempat renang khusus muslimah pertama di Indonesia. AMIN) Saya tidak mau menampakkan lekuk tubuh saya di depan orang lain yg bukan muhrim karena saya sudah belajar tentang adab berpakaian menurut islam.

          Dulu, saya sempat merasa jengkel melihat orang yang membuka – tutup hijabnya, tapi saya tidak pernah menyadari kalau selama sekian tahun saya juga melakukan hal yang sama. Memang benar kata pepatah yang mengatakan bahwa gajah di pelupuk mata tidak kelihatan, tapi semut di seberang sungai terlihat. Itulah gambaran saya yang hanya bisa mencari kesalahan orang tapi tak pernah tahu apa salah diri saya sendiri. Astaghfirullah! Semoga Allah memaafkan kesalahan saya. 

          Terkadang banyak orang yang masih belum siap untuk berhijab karena merasa kelakuannya belum benar. Maka, merekapun mengeluarkan dalih ingin menjilbabi hati mereka terlebih dahulu. Hal tersebut salah. Saya berani menyalahkan karena saya sudah mengalaminya sendiri. Lagipula, bagaimana kita tahu kalau hati kita sudah ter-jilbab-i atau belum? Sudah fitrah kalau manusia tempatnya salah. Sampai kapanpun tidak akan ada manusia yang tidak pernah berdosa. Jadi, sebaiknya berhijab dulu. InsyaAllah hati dan perilaku kita akan mengikuti. Rata – rata orang yang sudah berhijab pasti akan mengutarakan hal yang kurang lebih sama dengan saya.

          Seperti yang sudah saya ceritakan di atas, sudah dari kecil saya mengenal hijab. Walaupun belum konsisten, tetapi keadaan lingkungan di sekitar saya mendukung. Lingkungan islami disekitar saya menyebabkan saya memiliki porsi yang lebih untuk berhijab daripada tanpa hijab misalnya saat sekolah, mengaji dan mengikuti kegiatan keagamaan. Dengan waktu yang sangat lama, secara tidak sadar saya terbiasa untuk berhijab. Hingga dengan sendirinya saya merasa malu saat suatu hari saya pergi tanpa memakai hijab. Lama kelamaan saya yang merasa membutuhkan hijab. Kini, setelah sudah berhijab, saya merasa malu kalau harus bertindak jahil. Saya malu dengan hijab yang saya pakai. Hijab seolah menjadi alaram yang mengingatkan saya untuk selalu berada dalam track yang baik. Saya menyesal karena baru konsisten berhijab beberapa tahun belakangan ini, tapi saya bersyukur saya masih sempat merasakan berhijab di dunia sebelum saya mengenakan hijab terakhir semua umat muslim.

          Memiliki keinginan untuk memamerkan bagian tubuh yang dianggap indah seperti tubuh yang seksi, paha mulus, betis jenjang agar diperhatikan dan dipuji orang lain sudah menjadi fitrah manusia terlebih wanita. Sayangnya, menampakkan aurat kerap kali mengundang syahwat lawan jenis. Oleh karena itu Allah SWT ingin melindungi harkat dan martabat seorang wanita dengan cara menurunkan perintah untuk berhijab yang tertulis dala QS. Al – A’raf ayat 28 yang artinya: "Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu merekatidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Jelas sekali dalam ayat di atas bahwa dengan berhijab seorang wanita tidak akan diganggu. Selain itu, dengan menutup aurat, seorang wanita telah mengalahkan ke-egoisannya yang berupa keinginan untuk memamerkan bagian tubuhnya yang indah yang dapat menimbulkan syahwat lawan jenis. Dia juga menunjukkan ketaatan dan kepatuhannya pada Allah SWT.

          Saya berdoa agar Anda yang ingin mulai berhijab dikuatkan hatinya sehingga menyegerakan niat baik tersebut. Untuk anda yang belum berhijab, semoga segera memakai hijab dan untuk yang sudah berhijab semoga teguh dan istiqomah untuk memakai hijab. (choluck©)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .