Saat semua teman sebayanya sedang sibuk mencari-cari informasi tentang PTN ini dan itu, sedikitpun Midah tak tertarik untuk ikut membahasnya.
Teman-teman di kampung yang sudah lebih dulu jadi maba turut serta memberi masukan. Mbak Mega,
wanita turunan Tionghoa yang sangat baik, memberikan gambaran umum tentang universitas berlambang dewa manusia
setengah burung karena dia ngampus disana. Dia
juga memberikan Midah setumpuk brosur universitas mulai dari swasta sampai
negeri. Beberapa mahasiswa dari kampus swasta juga kerap melakukan promosi di
sekolah Midah sembari membagikan brosur. Kini, brosur-brosur tersebut menumpuk hingga nampaknya cukup untuk
dikatakan sebagai koleksi. Sesekali Midah buka dan baca brosur-brosur
tersebut dan Universitas perbankan swasta jadi incaranya.
Suatu malam, bapaknya mengajak Midah untuk berdiskusi dan menanyakan rencana
Midah untuk berkuliah. Dengan luwes Midah menceritakan rencana yang sudah
dia simpan rapi di otaknya. Rencana dari hasil mengobservasi setumpuk brosur di
kamar. Dia mengatakan betapa dia
ingin bekerja menjadi seorang banker, bekerja
dengan laptop dan terlihat seperti karyawan yang elit, bonafit dan keren.
Sama seperti
layaknya orang tua jaman dulu, bapaknya menyarankan Midah untuk
menjadi perawat atau bidan agar bisa nikah dengan angkatan. Kenapa harus menikah dengan angkatan?
Alasanya angkatan punya jaminan
pensiunan yang dapat diandalkan untuk hari tua. Opsi kedua adalah
menjadi seorang guru yang
wirausahawan. Midah akan bekerja
pada pagi hari dan membuka usaha sendiri di rumah pada tengah hari berikutnya, sehingga dia tidak melupakan urusan anak dan suami. Dari kedua pilihan tersebut, Midah mengambil opsi
kedua.
Midah lalu mulai menganalisis deretan nilai mulai
dari semester satu hingga semester lima. Analisisnya berkata bahwa nilai Bahasa Inggris adalah yang paling mentereng diantara
mapel-mapel lainya. Kalau digambarkan dalam kurva, nilai Bahasa Inggris tidak pernah merosot dalam satu semesterpun. Dipikir-pikir, dia pun
sangat menyukai Bahasa Inggris sejak pertama kali mempelajarinya
setahun sebelum pelajaran teresebut diajarkan disekolah.
Akhirnya, mulailah dia mencari-cari universitas
yang pas dengan dirinya. Dia list kampus-kampus yang
memiliki jurusan pendidikan Bahasa Inggris. Unair
terlihat cukup bergengsi dan menjanjikan para lulusan dengan kemudahan untuk
mencari pekerjaan, tapi sayang tidak ada jurusan pendidikan. Karena Midah ingin menjadi guru, maka jurusan
pendidikan menjadi pilihanya. Ex-kampus IKIP menjadi pilihanya.
Karena malang dirasa terlalu jauh dan memiliki passing grade tinggi, maka pilihanya jatuh pada bekas
IKIP surabaya.
Berbekal surat keterangan sekolah yang menyatakan
bahwa Midah adalah salah satu
dari lima besar peraih nilai tertinggi di SMA, Midah memberanikan diri mengikuti seleksi jalur prestasi yang waktu itu masih bernama PMDK. Midah gagal pada seleksi PMDK. Dia pun mencoba jalur berikutnya, SNMPTN,
seleksi serempak tingkat nasional. Dari tiga pilihan yang ditawarkan, hanya
dua yang dia isi karena pikiranya
sudah buntu dan sudah tidak tahu
lagi harus memilih universitas mana. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UNESA dan UM menjadi
pilihanya.
Sebulan
menunggu, tibalah hari pengumuman. Ternyata
dia gagal dan seseorang yang
duduk tepat disebelahnya lolos SNMPTN. Dirinya merasa gemas karena rejeki jatuh pada peserta yang duduk
di sebelahnya. Kenapa bukan dia?
Keluhnya dalam hati.
Sedikit kecewa memang, tapi dia memberanikan diri untuk mencoba
lagi. Sesekali dia silaturrahmi ke
rumah temanya dan bertanya-tanya
mengenai tips lolos seleksi PTN. Dengan penuh persiapan dan tingkat PD yang cukup, Midah mencoba lagi. Akhirnya, rezeki datang pada kesempatan yang
ketiga. Beribu-ribu syukur dia
ucapkan karena perjuangan dan kesabaranya terbayar sudah. Dia juga bersyukur karena diterima setelah
ketiga kalinya dia mencoba. Dengan begitu, dia tahu arti perjuangan sehingga dia tidak ingin menyia-nyiakan kuliahnya.
Jadi, Apakah gagal itu? Kalimat
negatif yang menyeramkan, meninggalkan luka yang pedih dan trauma untuk
mencoba? Ataukah cara Allah untuk membelokan kita menuju jalan pintas yang akan
mempertemukan dengan kesuksesan yang lebih indah? Kalau saya sih lebih memilih
pengertian yang kedua. Salam, mbak-kopi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .