Jumat, 07 Oktober 2016

GAGAL PART 2: JATUH BANGUN AKU MENGEJAR KAMPUS IMPIAN

Saat semua teman sebayanya sedang sibuk mencari-cari informasi tentang PTN ini dan itu, sedikitpun Midah tak tertarik untuk ikut membahasnya. Teman-teman di kampung yang sudah lebih dulu jadi maba turut serta memberi masukan. Mbak Mega, wanita turunan Tionghoa yang sangat baik, memberikan gambaran umum tentang universitas berlambang dewa manusia setengah burung karena dia ngampus disana. Dia juga memberikan Midah setumpuk brosur universitas mulai dari swasta sampai negeri. Beberapa mahasiswa dari kampus swasta juga kerap melakukan promosi di sekolah Midah sembari membagikan brosur. Kini, brosur-brosur tersebut menumpuk hingga nampaknya cukup untuk dikatakan sebagai koleksi. Sesekali Midah buka dan baca brosur-brosur tersebut dan Universitas perbankan swasta jadi incaranya.
Suatu malam, bapaknya mengajak Midah untuk berdiskusi dan menanyakan rencana Midah untuk berkuliah. Dengan luwes Midah menceritakan rencana yang sudah dia simpan rapi di otaknya. Rencana dari hasil mengobservasi setumpuk brosur di kamar. Dia mengatakan betapa dia ingin bekerja menjadi seorang banker, bekerja dengan laptop dan terlihat seperti karyawan yang elit, bonafit dan keren.
Sama seperti layaknya orang tua jaman dulu, bapaknya menyarankan Midah untuk menjadi perawat atau bidan agar bisa nikah dengan angkatan. Kenapa harus menikah dengan angkatan? Alasanya angkatan punya jaminan pensiunan yang dapat diandalkan untuk hari tua. Opsi kedua adalah menjadi seorang guru yang wirausahawan. Midah akan bekerja pada pagi hari dan membuka usaha sendiri di rumah pada tengah hari berikutnya, sehingga dia tidak melupakan urusan anak dan suami. Dari kedua pilihan tersebut, Midah mengambil opsi kedua.
Midah lalu mulai menganalisis deretan nilai mulai dari semester satu hingga semester lima. Analisisnya berkata bahwa nilai Bahasa Inggris adalah yang paling mentereng diantara mapel-mapel lainya. Kalau digambarkan dalam kurva, nilai Bahasa Inggris tidak pernah merosot dalam satu semesterpun. Dipikir-pikir, dia pun sangat menyukai Bahasa Inggris sejak pertama kali mempelajarinya setahun sebelum pelajaran teresebut diajarkan disekolah.
Akhirnya, mulailah dia mencari-cari universitas yang pas dengan dirinya. Dia list kampus-kampus yang memiliki jurusan pendidikan Bahasa Inggris. Unair terlihat cukup bergengsi dan menjanjikan para lulusan dengan kemudahan untuk mencari pekerjaan, tapi sayang tidak ada jurusan pendidikan. Karena Midah ingin menjadi guru, maka jurusan pendidikan menjadi pilihanya. Ex-kampus IKIP menjadi pilihanya. Karena malang dirasa terlalu jauh dan memiliki passing grade tinggi, maka pilihanya jatuh pada bekas IKIP surabaya.
Berbekal surat keterangan sekolah yang menyatakan bahwa Midah adalah salah satu dari lima besar peraih nilai tertinggi di SMA, Midah memberanikan diri mengikuti seleksi jalur prestasi yang waktu itu masih bernama PMDK. Midah gagal pada seleksi PMDK. Dia pun mencoba jalur berikutnya, SNMPTN, seleksi serempak tingkat nasional. Dari tiga pilihan yang ditawarkan, hanya dua yang dia isi karena pikiranya sudah buntu dan sudah tidak tahu lagi harus memilih universitas mana. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris UNESA dan UM menjadi pilihanya.
Sebulan menunggu, tibalah hari pengumuman. Ternyata dia gagal dan seseorang yang duduk tepat disebelahnya lolos SNMPTN. Dirinya merasa gemas karena rejeki jatuh pada peserta yang duduk di sebelahnya. Kenapa bukan dia? Keluhnya dalam hati.
Sedikit kecewa memang, tapi dia memberanikan diri untuk mencoba lagi. Sesekali dia silaturrahmi ke rumah temanya dan bertanya-tanya mengenai tips lolos seleksi PTN. Dengan penuh persiapan dan tingkat PD yang cukup, Midah mencoba lagi. Akhirnya, rezeki datang pada kesempatan yang ketiga. Beribu-ribu syukur dia ucapkan karena perjuangan dan kesabaranya terbayar sudah. Dia juga bersyukur karena diterima setelah ketiga kalinya dia mencoba. Dengan begitu, dia tahu arti perjuangan sehingga dia tidak ingin menyia-nyiakan kuliahnya.
Jadi, Apakah gagal itu? Kalimat negatif yang menyeramkan, meninggalkan luka yang pedih dan trauma untuk mencoba? Ataukah cara Allah untuk membelokan kita menuju jalan pintas yang akan mempertemukan dengan kesuksesan yang lebih indah? Kalau saya sih lebih memilih pengertian yang kedua. Salam, mbak-kopi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .