Rabu, 06 Mei 2015

Episode Numpang

  Di kota udang ini, Salam dan Muslimah adalah pendatang. Salam adalah orang Jombang, sedangkan Muslimah adalah orang Mojokerto. Keduanya hijrah ke Sidoarjo sejak sebelum menikah. Setiap hari, Muslimah datang dari Bangsal, Mojokerto ke Tanggulangin, Sidoarjo, bersama ibunya untuk berjualan sayur-sayuran. Sedangkan
Salam membantu kakaknya yang sudah lebih dulu tinggal di Sidoarjo untuk berdagang. Tempat jualan yang saling berhadap-hadapan mempertemukan Salam dan Muslimah. Akhirnya, merekapun menikah. Setelah menikah, ibu dari Muslimah tidak lagi berjualan di Tanggulangin. Lantas, kakak dari Salam-lah yang kemudian membantu kedua-nya untuk merintis kehidupan baru di kota udang itu.
Sebagai pendatang, tentulah mereka belum memiliki tempat tinggal. Sayid, kakak kedua Salam, yang kemudian memberikan tempat tinggal untuk Salam dan Muslimah. Kebetulan, putra pertama Sayid -Didin- telah memiliki rumah. Sayid pun meminta mereka tinggal dirumah Didin untuk sementara waktu.
Rumah Didin memiliki empat kamar tidur yang terdiri dari tiga kamar utama dan satu kamar pembantu. Satu kamar ditempati oleh Didin beserta istrinya sedangkan dua lainnya ditempati oleh dua orang adik Didin. Karena waktu itu Didin belum memiliki seorang pembantu, akhirnya, kamar yang semula akan dipakai oleh pembantu sementara ditempati oleh Salam dan Muslimah. Teras belakang dari rumah didin yang berukuran 5m x 2m itu akhirnya ditutup dan dijadikan sebuah ruangan
Setahun kemudian, tepatnya tahun 1989, istri Didin melahirkan seorang putri kecil. Keberadaan pasangan Salam dan Muslimah agaknya cukup membantu. Muslimah dengan senang hati membantu istri Didin untuk mengasuh putri mereka. Tahun 1990, Muslimah hamil. Sampai saat muslimah melahirkan, pasangan Salam dan Muslimah masih saja menumpang di rumah Didin. Agaknya, hal tersebut mengusik kesabaran istri Didin. Kekerasan verbal yang ditujukan pada Salam dan Muslimah pun tak terelakkan, mulai dari dijadikan bahan sindiran, bahan ejekan bahkan selalu menjadi pihak yang disalahkan.

Epilog:
Kecaman-kecaman pahit tesebut pada akhirnya memang harus ditelan mentah-mentah oleh kedua orang tua saya sambil terus mengusahakan agar mereka dapat segera membangun rumah sendiri dan keluar dari belenggu “numpang” itu. Rupanya Allah memperkenankan doa kedua orang-tua saya. Akhirnya, setelah lima tahun menumpang, kedua orang-tua saya dapat membeli tanah dan segera membangun rumah di sana. [choluck ©]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .