Tidak ada seorangpun
yang ingin mendapatkan perlakuan kasar baik fisik maupun verbal. Jangankan
kekerasan fisik, kekerasan verbal saja rasanya sudah mampu menyayat-nyayat
hati. Ibarat luka yang disiram cuka, ditaburi garam pula. Rasanya sangat perih. Begitu juga dengan kedua orang tua
saya. Orang tua saya tidak tahan di-bully
saat masih belum bisa memiliki rumah dan harus numpang selama lima tahun.
Orang tua saya berusaha
keras untuk menabung agar dapat membeli sebidang tanah dan membangun rumah.
Saat tabungan orang tua saya belum cukup untuk mendapatkan semua itu,
alhamdulillah, Allah mengirimkan orang-orang baik untuk membantu kedua orang
tua saya. Tanpa diminta, orang-orang ini berbaik hati untuk meminjamkan uang sehingga
kedua orang tua saya akhirnya bisa membeli sebidang tanah. Begitulah hidup. Terkadang, saudara sendiri terasa seperti
orang asing dan orang asing malah terasa seperti saudara sendiri.
Lokasi tanah yang
dibeli orang tua saya berada di bawah rerimbunan bambu yang kalau di lihat agak
seram. Selain itu, lokasi tanah yang dibeli orang tua saya agak jauh dari
pemukiman warga yang lain. Akhirnya, tanah tersebut dibagi menjadi dua. Separuh
tanah digunakan untuk membangun rumah. Separuhnya lagi untuk di jual agar kelak
rumah saya tidak berdiri sendiri di bawah rerimbunan bambu yang terlihat seram
tersebut.
Setelah memiliki
sebidang tanah, orang tua saya pun bersiap untuk membangun rumah di atasnya.
Karena budget yang minim, kedua orang
tua saya membangun rumah tanpa menggunakan jasa tukang bangunan. Kedua orang
tua saya hanya dibantu oleh dua orang kakak laki-laki ibu dan seorang kakak
ipar ibu saya. Bahkan, ibu dari ibu saya juga ikut membantu.
Pembangunan rumah terus
di kebut agar kedua orang tua saya dapat segera pindah dari tempat numpang yang
makin hari terasa seperti neraka dunia. Beberapa minggu kemudian, dinding
batu-bata sudah kokoh berdiri. Rumah idaman kedua orang tua saya kini sudah
mulai kelihatan bentuknya. Orang tua saya pun memboyong saya pindahan ke rumah
setengah jadi tersebut.
Mata manusia mungkin
melihat bahwa rumah tersebut belum layak dihuni dan jelek. Tapi bagi saya,
justru itu adalah rumah termewah yang pernah saya tinggali. Rumah dengan
dinding batu bata yang alami, warnanya masih terlihat merah menyala karena
belum dilapisi semen bahkan belum dipulas dengan noda-noda cat. Lantainya
berupa tanah, atapnya langit malam yang ditaburi gemerlap bintang yang
eksklusif langsung diciptakan oleh tangan Allah SWT. Hotel bintang sepuluh pun
kalah dengan rumah saya. Saya bersyukur pernah diberi kesempatan tinggal di
rumah mewah seperti itu. [choluck ©]

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .