Rabu, 27 Mei 2015

RUMAH TERMEWAH


Tidak ada seorangpun yang ingin mendapatkan perlakuan kasar baik fisik maupun verbal. Jangankan kekerasan fisik, kekerasan verbal saja rasanya sudah mampu menyayat-nyayat hati. Ibarat luka yang disiram cuka, ditaburi garam pula. Rasanya sangat perih. Begitu juga dengan kedua orang tua saya. Orang tua saya tidak tahan di-bully saat masih belum bisa memiliki rumah dan harus numpang selama lima tahun.



Orang tua saya berusaha keras untuk menabung agar dapat membeli sebidang tanah dan membangun rumah. Saat tabungan orang tua saya belum cukup untuk mendapatkan semua itu, alhamdulillah, Allah mengirimkan orang-orang baik untuk membantu kedua orang tua saya. Tanpa diminta, orang-orang ini berbaik hati untuk meminjamkan uang sehingga kedua orang tua saya  akhirnya bisa membeli sebidang tanah. Begitulah hidup. Terkadang, saudara sendiri terasa seperti orang asing dan orang asing malah terasa seperti saudara sendiri. 

Lokasi tanah yang dibeli orang tua saya berada di bawah rerimbunan bambu yang kalau di lihat agak seram. Selain itu, lokasi tanah yang dibeli orang tua saya agak jauh dari pemukiman warga yang lain. Akhirnya, tanah tersebut dibagi menjadi dua. Separuh tanah digunakan untuk membangun rumah. Separuhnya lagi untuk di jual agar kelak rumah saya tidak berdiri sendiri di bawah rerimbunan bambu yang terlihat seram tersebut.

Setelah memiliki sebidang tanah, orang tua saya pun bersiap untuk membangun rumah di atasnya. Karena budget yang minim, kedua orang tua saya membangun rumah tanpa menggunakan jasa tukang bangunan. Kedua orang tua saya hanya dibantu oleh dua orang kakak laki-laki ibu dan seorang kakak ipar ibu saya. Bahkan, ibu dari ibu saya juga ikut membantu.

Pembangunan rumah terus di kebut agar kedua orang tua saya dapat segera pindah dari tempat numpang yang makin hari terasa seperti neraka dunia. Beberapa minggu kemudian, dinding batu-bata sudah kokoh berdiri. Rumah idaman kedua orang tua saya kini sudah mulai kelihatan bentuknya. Orang tua saya pun memboyong saya pindahan ke rumah setengah jadi tersebut.


Mata manusia mungkin melihat bahwa rumah tersebut belum layak dihuni dan jelek. Tapi bagi saya, justru itu adalah rumah termewah yang pernah saya tinggali. Rumah dengan dinding batu bata yang alami, warnanya masih terlihat merah menyala karena belum dilapisi semen bahkan belum dipulas dengan noda-noda cat. Lantainya berupa tanah, atapnya langit malam yang ditaburi gemerlap bintang yang eksklusif langsung diciptakan oleh tangan Allah SWT. Hotel bintang sepuluh pun kalah dengan rumah saya. Saya bersyukur pernah diberi kesempatan tinggal di rumah mewah seperti itu. [choluck ©]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .