Tadi, sepulang senam, instrukturku memberikan satu candaan.
“Hari ini tanggal 14 Februari. Siapa yang valentinan nih? Kayaknya Mbak Fifah
nih. Secara jiwanya masih jiwa muda.” Geli sekali saya mendengarnya. Secara,
seumur hidup saya belum pernah dan Insya Allah tidak akan merayakan valentine. Saya
mengenali tradisi valentine untuk pertama kalinya saat saya duduk di bangku
sekolah dasar. Kelas berapa tepatnya saya tidak ingat lagi. Hal pertama yang
saya tahu tentang valentine adalah
tradisi saling bertukar kado dan saling memberi cokelat atau surat baik kepada teman atau pasangan yang dirayakan pada setiap tanggal 14 Februari. Saya tahu hal ini dari percakapan teman – teman wanita yang usianya beberapa tahun lebih dewasa dari saya. Tak lama setelah saya tahu hal itu, munculah berita kalau valentine tidak diperkenankan bahkan haram dirayakan orang yang muslim. Waktu itu heran juga kenapa bisa begitu, ternyata ada penjelasan yang logis dibalik itu semua.
tradisi saling bertukar kado dan saling memberi cokelat atau surat baik kepada teman atau pasangan yang dirayakan pada setiap tanggal 14 Februari. Saya tahu hal ini dari percakapan teman – teman wanita yang usianya beberapa tahun lebih dewasa dari saya. Tak lama setelah saya tahu hal itu, munculah berita kalau valentine tidak diperkenankan bahkan haram dirayakan orang yang muslim. Waktu itu heran juga kenapa bisa begitu, ternyata ada penjelasan yang logis dibalik itu semua.
Sejarah Valentine berawal dari masyarakat Roma kuno
yang menetapkan tanggal 15 Februari
sebagai hari raya ‘Lupercalia’. Lupercaria merujuk kepada nama salah satu dewa
bernama Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki
yang setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing. Pada hari raya ini, para
pendeta akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan
mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa. Setelah itu mereka
minum anggur dan akan berlarian di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa
potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Para
perempuan muda akan berebut untuk disentuh kulit kambing itu karena mereka
percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan bisa mendatangkan kesuburan
bagi mereka. Kesuburan adalah sesuatu yang sangat dibanggakan di Roma kala itu.
Ketika
agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara paganisme (berhala)
ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti
nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Agar lebih mendekatkan
lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi
Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk
menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.
Sebenarnya ada banyak versi tentang siapakah santo
valentine yang dimaksud. Tetapi, yang paling terkenal adalah Santo Valentine yang
secara diam – diam menikahkan pemuda dan pemudi roma. Kenapa mereka harus menikah secara diam – diam? Pada masa
itu, ada seorang pemimpin bernama Kaisar Claudius II yang menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan
kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Oleh karena itu, kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi
tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini diam-diam mendapat tentangan dari
Santo Valentine dan ia secara diam-diam pula menikahkan banyak pemuda hingga ia
ketahuan dan ditangkap. Kaisar Cladius II akhirnya
memutuskan
hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusipun
dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.
Momentum Valentine Day ini sangat disukai anak-anak remaja, terutama
remaja perkotaan. Biasanya, mereka merayakannya bersama orang-orang yang dicintai atau
disayanginya, terutama kekasih. Valentine Day memang berasal dari tradisi
Kristen Barat, namun sekarang momentum ini dirayakan di hampir semua negara,
tak terkecuali negeri-negeri Islam besar seperti Indonesia. Sayangnya, banyak juga remaja Islam yang ikut-ikutan
merayakannya tanpa memahami
dengan baik esensi dari Valentine Day. Mereka menganggap perayaan ini sama saja
dengan perayaan-perayaan lain seperti Hari Ibu, Hari Pahlawan, dan sebagainya.
Padahal kenyataannya sama sekali berbeda. Valentine Day sarat dengan
muatan religius, tidak seperti Hari Ibu atau
yang lain. Tadi sudah saya jelaskan di atas kalau perayaan Valentine bermula
dari hari raya yang ditujukan pada dewa kesuburan dan kemudian diadopsi oleh Kristen.
Kalau sudah menyangkut muatan religi dan peribadatan, Islam sudah jelas
menerangkan dalam Al – Quran Surat Al – Kafirun ayat 1 – 6 yang artinya
berbunyi sebagai berikut:
Dengan
Menyebut Nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
Oleh karena itu, merayakan Valentine Day hukumnya haram dan remaja islam yang merayakannya terancam bisa musyrik.
- Katakanlah (Muhammad), “Wahai Orang – Orang kafir!
- Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
- Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah.
- Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
- Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah apa yang aku sembah.
- Untukmu agamamu dan untukku agamaku.
Oleh karena itu, merayakan Valentine Day hukumnya haram dan remaja islam yang merayakannya terancam bisa musyrik.
Kawan, Saya tidak ingin menunjukkan yang kuat dan lemah di sini. Saya juga
tidak ingin merendahkan pihak – pihak tertentu. Saya hanya berusaha berjalan
lurus diatas keyakinan yang saya yakini. Lagipula, setiap hari kita bisa
mengekspresikan kasih sayang kita pada teman, keluarga atau saudara. Allah pun sudah
memberikan kasih sayangnya pada kita setiap waktu. Jadi, menurut saya tidak
butuh satu hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang. (choluck©)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .