kala itu, Dunkin Doughnut merupakan merek makanan mewah karena Mc-Donald dan KFC belum belum seberapa populer di kota ku. Malam itu, orang tua saya mengajak saya jalan – jalan dan membeli donat di sana. Jarang – jarang saya bisa makan donat bermerek dengan toping aneka warna menarik dan lezat seperti itu. Karena donat bermerek tersebut merupakan barang mewah, saya pun menyisakan donat tersebut untuk esok hari. Saya tidak ingat betul, saat pagi saya sempat memakan donat itu atau tidak. Yang jelas, saya ingin menyisakan donat itu untuk dimakan sepulang sekolah.
Sepulang dari sekolah, saya sepertinya terlalu lelah dan akhirnya memutuskan untuk berganti pakaian terlebih dahulu lalu tidur tanpa sempat makan siang. Kalau tidak salah, sekitar jam setengah dua saya terbangun. Saya teringat pada donat yang saya sisakan. Langsung saja saya ambil kardus makanan tersebut lalu memakannya dengan lahap. Toping dan meses yang menempel pada kardusnya pun saya jilatin sampai bersih. Yah, saya akui saya memang ndeso banget. Namanya saja saya anak orang dari keluarga menengah ke bawah yang baru bisa beli donat bermerek terkenal. Tak lama setelah makan donat itu, perut saya terasa melilit dan sakit sekali. Seperti diplintir – plintir mas Agung Hercules. Akhirnya saya muntah dan badan saya mendadak panas. Saya tidak ingin menyalahkan donat-nya. Sungguh! Tidak ada yang salah dengan donatnya, yang salah adalah saya telat makan. Itulah awal saya akhirnya bisa memiliki penyakit maag. Akhirnya, saya pun memutuskan untuk sementara tidak masuk mengaji. Pada malam harinya, saya tidak bisa tidur karena ada perasaan tidak enak yang disebabkan rasa aneh dari perut saya. Saya tiba – tiba muntah hebat bahkan saya sampai menangis. Karena khawatir, orang tua saya langsung mengantar saya check up ke RSI Siti Hajar Sidoarjo. Dokter berkata kalau saya terkena muntaber. Syukurlah, saya tidak sampai di infus dan hanya di beri obat.Kejadian ini terjadi saat saya masih duduk di bangku kelas tiga SD.
Sepulang dari sekolah, saya sepertinya terlalu lelah dan akhirnya memutuskan untuk berganti pakaian terlebih dahulu lalu tidur tanpa sempat makan siang. Kalau tidak salah, sekitar jam setengah dua saya terbangun. Saya teringat pada donat yang saya sisakan. Langsung saja saya ambil kardus makanan tersebut lalu memakannya dengan lahap. Toping dan meses yang menempel pada kardusnya pun saya jilatin sampai bersih. Yah, saya akui saya memang ndeso banget. Namanya saja saya anak orang dari keluarga menengah ke bawah yang baru bisa beli donat bermerek terkenal. Tak lama setelah makan donat itu, perut saya terasa melilit dan sakit sekali. Seperti diplintir – plintir mas Agung Hercules. Akhirnya saya muntah dan badan saya mendadak panas. Saya tidak ingin menyalahkan donat-nya. Sungguh! Tidak ada yang salah dengan donatnya, yang salah adalah saya telat makan. Itulah awal saya akhirnya bisa memiliki penyakit maag. Akhirnya, saya pun memutuskan untuk sementara tidak masuk mengaji. Pada malam harinya, saya tidak bisa tidur karena ada perasaan tidak enak yang disebabkan rasa aneh dari perut saya. Saya tiba – tiba muntah hebat bahkan saya sampai menangis. Karena khawatir, orang tua saya langsung mengantar saya check up ke RSI Siti Hajar Sidoarjo. Dokter berkata kalau saya terkena muntaber. Syukurlah, saya tidak sampai di infus dan hanya di beri obat.Kejadian ini terjadi saat saya masih duduk di bangku kelas tiga SD.
Kejadian serupa terjadi lagi saat saya sudah SMP. Saya sudah tidak ingat kelas berapa saya mengalaminya. Saat SMP, saya akhirnya menjadi anak yang gila belajar. Walaupun tidak ada PR, saya bisa begadang sampai jam 12 malam hanya untuk mengisi LKS. Ada kepuasan tersendiri kalau LKS saya dijadikan bahan nyontek oleh teman – teman saya. Kelihatannya jadi kaya anak paling pinter gitu! Kehidupan saya yang gila membaca dan belajar, terkadang membuat saya lupa makan. Kebiasaan lupa makan atau sengaja melupakan makan ini akhirnya membuat lambung saya protes dan akhirnya demo mogok mencerna supply makanan dari mulut saya. Tidak ada makanan yang bisa sampai ke lambung saya. Setiap makanan yang masuk pasti termuntahkan lagi. Karena perut saya kosong pake “banget” alias kosong banget, saya akhirnya tidak bisa memuntahkan apapun dan itu membuat saya merasa pusing serta lemas. Kali ini, saya tidak sampai ke rumah sakit. Saya hanya naik becak dan pergi ke tempat praktek Dr. Widodo di Kalitengah. Tempat prakteknya di sebelah utara fotokopi KUD. Sampai sekarang, tempat praktek tersebut masih ramai di kunjungi. Di sana, saya hanya mendapatkan suntikan dan obat. Dokter mengatakan pada saya kalau saya tidak boleh mengkonsumsi makanan pedas, makanan kecut dan kopi. Tidak masalah sih karena dua makanan tersebut memang bukan makanan favorit saya, tetapi kopi adalah favorit saya. Saya biasa mencelupkan gabin, cracker dan roti dalam kopi kemudian memakannya. Dari pada mencelupkan mereka ke dalam teh, saya lebih suka mencelupkan mereka ke dalam kopi. Bahkan, saya sering mencelupkan gula batu kedalam kopi kemudian menyesapnya. Slurp! Hemm! Hangat, enak dan manis rasanya. Tapi, demi kesembuhan saya, sayapun komitmen dan setuju untuk tidak mengkonsumsinya lagi. Setelah pulang dari berobat, perut saya rasanya ingin meledak dan mengeluarkan isinya. Byur! Alhamdulillah, saya bisa muntah. Perut saya terasa enteng dan akhirnya saya bisa tidur nyenyak.
Saat SMA, saya pun juga mengalami hal yang sama. Kali ini bukan karena telat makan lagi, tetapi karena stress. Sudah SMA, pikiranpun sudah mulai di ganggu pikiran – pikiran bernuansa cinta. Ciye ciyeeee! Jadi, kala itu ada anak yang ngirimin surat cinta (padahal udah jamanya hape tapi masih pake surat cinta (-_-“) ). Karena saya sudah berjanji pada Ibu kalau saya tidak akan pacaran sampai lulus kuliah, saya pun menggantungkan cintanya. Ada kesalahan yang saya buat waktu itu. (Cerita ini nanti saya ceritakan di lain kesempatan aja yah!) Pokoknya, inti dari semua itu adalah mendadak ada perang dalam hati saya layaknya Pandawa dan Kurawa yang berperang dalam serial Mahabarata. Hati kecil saya bilang saya kangen DIA, tapi hati kecil saya yang lain marah dan mengatakan “aaaaarrrrggggg kopiiii, kamu ngapain sih mikirin DIA. Katanya kamu ingin masuk teknik kimia ITS? Jadi, sekarang ayo belajar aja yang tekun biar bisa tercapai cita – citamu!” saya pun mengangguk – angguk setuju serta mengepalkan tangan memberi semangat pada diri sendiri. Kemudian, mata saya beralih pada buku paket kimia yang ada di atas meja di hadapan saya. Selembar halaman, sudah di baca. Satu buah soal sedang di kerjakan. Tiba – tiba, seperti ada perasaan hangat yang menyergap punggung saya, menjalar dari bawah melewati leher hingga terasa sampai kepala. Seketika itu saya merasa kedinginan yang sangat hebat, padahal hari tidak sedang hujan. Saya sontak memakai jaket. Dingin masih terasa, saya pun memakai kaos kaki dan berusaha melanjutkan belajar saya. Tapi, dingin semakin terasa dan akhirnya saya merebahkan diri saya di kasur. Masih terasa dingin, saya mengambil sarung dan menyelimutkan di badan saya. Rasa dingin tak kunjung menjadi hangat. Saya pun mengambil selimut dan memakainya. Lapisan kain – kain tadi masih tidak berhasil untuk menghangatkan saya. Saya pun merintih kedinginan. Nenek saya (sekarang sudah meninggal) menghampiri saya dan bertanya kenapa saya tiba – tiba bersembunyi dalam tumpukan kain setebal itu. Ia lalu memegang badan saya. Ia sontak kaget karena badan saya panas sekali. Dia kemudian menambah selimut saya.
Keesokan harinya, panas saya turun. Ibu saya meminta agar saya istirahat di rumah dan mengirim surat ke sekolah.Tetapi saya memaksa mandi dan pergi ke sekolah karena saya tahu pada hari itu, DIA bertugas menjadi Khotib Sholat Jumat. Hari Jumat tersebut sudah saya tunggu – tunggu dari beberapa bulan sebelumnya. Saya ingin mendengar dan melihat DIA khutbah. Setelah mandi dan memakai seragam pramuka, saya merasa ada yang tidak enak dengan tubuh saya. Dengan berat hati, sayapun memutuskan cuti sekolah dan beristirahat di rumah. Sore hari nya, saya periksa ke bidan. Sayapun mendapatkan suntikan dan obat. Alhamdulillah, setelah minum obat, kesokan harinya panas saya turun.
Merasa cukup kuat sekolah, saya memutuskan untuk masuk sekolah karena hari itu adalah hari terakhir mengambil ID card untuk ujian minggu depan. Di sekolah, saya mendadak kedinginan. Saya mengurungkan niat untuk mengikuti pelajaran olahraga dan hanya beristirahat di kelas. Saya meminta tolong pada teman saya untuk mengambilkan kartu ujian saya. Melihat kondisi saya yang tidak baik, teman saya menawarkan untuk mengantarkan saya pulang dan saya menyetujuinya. Hari itu, lambung saya bermasalah lagi. Saya tidak bisa memakan apapun. Siang harinya saya kembali ke tempat praktek bidan yang sebelumnya memeriksa saya. Bidan tersebut mengaku kaget karena saya belum juga sembuh, panas saya masih tinggi, sementara obat saya sudah habis. Bidan tersebut menolak untuk menyuntik dan memberikan obat pada saya. Khawatir kalau saya terkena demam berdarah atau tifus, bidan tersebut menyarankan agar saya melakukan cek darah. Akhirnya, saya pun berangkat ke RSUD Sidoarjo untuk cek darah. Dokter dalam RSUD yang memeriksa saya heran kenapa panas saya tinggi sekali. Setelah hasil cek darah keluar, dokter mengatakan kalau saya hanya mengalami stress dan tertekan. Beliau menasehati saya dan mengatakan kalau saya boleh belajar dengan keras, tetapi saya tetap harus beristirahat mungkin dengan membaca komik, majalah dan atau novel. Setelahnya, saya benar – benar harus Bedrest sampai kondisi tubuh saya normal lagi. Dalam hati saya menggerutu karena sebenarnya saya sakit bukan karena belajar tetapi karena terlalu banyak memikirkan DIA.
Akhirnya, saya menjadi mahasiswi, Tapi saya bukanlah mahasiswi Teknik Kimia ITS, melainkan mahasiswi UNESA jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Saat itu, liburan semester tiga. Saya ingat kalau hari itu hari Kamis. Ibu saya sedang membantu Bu De saya memasak untuk acara tahlil pada hari Kamis malam itu. Saya yang baru terbangun dari tidur siang tiba - tiba merasa tidak enak badan dan meminta tolong adik saya untuk memanggilkan Ibu yang ada di rumah Bu De. Ketika Ibu datang, saya bilang kalau saya tidak enak badan. Dengan cekatan, dengan cinta, dan yang pasti dengan menggunakan koin dan minyak, Ibu saya langsung ngerokin saya. Setelahnya, saya minum susu jahe hangat. Alhamdulillah badan saya berkeringat dan terasa lebih baik. Saat malam hari, saya melihat televisi dan mendapati film Transformer tayang di tivi. Saya yang sombong karena merasa sudah sembuh pun begadang untuk melihat film tersebut sampai habis. Alhamdulillah, keesokan harinya, perut saya melilit. Kali ini tidak lagi seperti diplintir Agung Hercules melainkan seperti diplintir tujuh Ade Ray. Saya juga tidak bisa makan apapun.Bahkan air yang hanya sesendok harus termuntahkan lagi. Singkat cerita, suntikan dan obat sudah tidak mempan lagi. Sayapun harus di infus dan opname selama tiga hari.
Saat sudah masuk kuliah, ada teman yang mengetahui kalau saya opname saat liburan. Dia pun menyarankan saya agar saya rajin berolahraga dan menjaga pola makan. Akhirnya, saya mulai melakukan olahraga skipping. Awalnya, saya hanya bisa mencapai 10 kali putaran sekali main.Lama kelamaan saya bisa melakukan 500 putaran sekali main. Tapi sayang saya tidak konsisten melanjutkan kebiasaan olahraga saya. Akhirnya, beberapa waktu menjelang skripsi, saya lagi – lagi mengalami sakit. Kemudian, saya teringat lagi pada saran teman saya untuk rutin berolahraga. Di satu kesempatan yang lain, saya melihat nenek – nenek yang bongkok. Tidak ingin masa tua saya menjadi seperti itu, saya pun memutskan untuk mengambil kelas aerobik dan rutin berolahraga seminggu sekali hingga sekarang.
Kawan, sekian dulu yah ceritanya. Sebenarnya kelanjutannya masih panjang. Kalau semuanya di ceritakan di sini, nanti teman – teman bosan bacanya. Yang pengen langsung nglanjutin baca, klik aja di-sini! Sekian dulu cerita di laman ini. (choluck©)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tuliskan komentar Anda di sini. . .